Halaman

Jumat, 22 Agustus 2014

Ilo Ilo, Film Yang Menyadarkan


"Dek, nonton film yuk?"
"Nonton apa mas?"
"Ilo Ilo. Film tentang seorang ibu yang cemburu karena anaknya lebih akrab ama pembantunya."
"Gak ah. Nanti aku sedih. Kan tiap hari aku ninggalin Rayna."


Percakapan kecil ini mengawali kegiatan kami, nonton film Ilo-Ilo. Saya meyakinkan istri bahwa film ini, kalaupun 'buruk/menyedihkan', semoga bisa jadi contoh buat kami.
Film ini bercerita tentang kehidupan 4 orang tokoh. Seorang anak yang bandel, seorang ibu/istri dan seorang ayah/suami yang sama-sama bekerja, dan seorang housekeeping, atau yang lebih akrab kita sebut asisten rumah tangga (ART).





Jialee, anak kecil yang hobi membuat kliping ini adalah seorang anak yang sebenarnya kekurangan kasih sayang dan perhatian. Bahkan saat ibu dan ayahnya di rumah, mereka tak sempat memberikan waktu untuk akrab dan berbincang dengan Jiale. Ibunya hanya menyuruh ini dan itu, memberi ini dan itu, tanpa pernah mengajaknya berbincang tentang apa yang dirasakan dan dialaminya. Di sekolah, Jiale pun harus berhadapan dengan siswa yang suka mem-bully-nya, akibatnya Jiale jadi sering dihukum oleh sekolah.
Saya mempunyai prinsip, anak yang salah harus dihukum dan diberitahu kesalahannya, dan setiap anak berhak untuk hidup bahagia. Jiale adalah nakal, namun tidak ada yang menyadarkannya bahwa apa yang diperbuatnya itu buruk, dia hanya dihukum dan dihukum saja. Dia pun bukan anak yang bahagia, karena keberadaan ibunya justru membuatnya tidak nyaman, ayahnya pun antara ada dan tak ada, sebaliknya keberadaan Terry sang ART malah membuatnya nyaman.
Menjadi ART, mungkin bukan sebuah pilihan. Tapi bila tidak ada pilihan lain, mau apa lagi? Dalam hidup ini, gak semuanya hidup nikmat. Sebagian dari kita harus berjuang untuk kebahagiaan. Terry, seorang Filipina yang bekerja sebagai ART di Singapura. Sebenarnya dia mendapatkan majikan yang baik, nyonya dan tuannya baik, namun twist hidupnya malah datang dari anak majikannya. Terry seorang yang tegas dan tidak mau diintimidasi, punya sifat yang cerdas dan bijaksana.
Salah satu adegan sedih dalam film ini, adalah saat Terry menghubungi saudaranya di kampung halaman, melalui telpon, Terry ini melepaskan kerinduannya kepada anaknya. Sedih melihat orang yang hidupnya harus seprihatin itu, jauh dari anak, jadi ART di luar negeri pula.


Hwee Leng, seorang ibu sekaligus seorang istri. Menurut saya, konflik dan kenegatifan di keluarga ini bermula dari sikap-sikapnya. Anaknya menjadi anak yang badung karena terus-terusan dimarahi. Menurut pengalaman saya, anak yang sering dimarahi malah menjadi seorang anak yang pemberontak dan nakal, seperti keponakan saya, untungnya saat ini keponakan saya telah menjadi seorang yang lebih penurut.
Karena sering marah-marah, suami Hwee Leng pun enggan bercerita saat dia terkena masalah. Mungkin 'aura' dari istrinya yang sering marah membuatnya malas untuk berkonflik. Padahal, suami klo gak mengeluhkan masalahnya kepada istri, lalu kepada siapa lagi?! Istri memang memegang peranan penting dalam sebuah rumah tangga, menjadi penengah bagi semua anggota keluarga. Kesejukan dan ketenangan pribadinya bisa membuat rumah tangga jadi harmonis.
Hwee Leng merasa cemburu melihat anaknya lebih dekat dan akrab dengan ART-nya, namun sepertinya dia juga tidak tahu harus bagaimana.

 

Teck, suami dan juga seorang ayah. Seperti kebanyakan ayah, dia kurang memperhatikan anaknya. Padahal seorang ayah adalah role model bagi seorang anak, terutama anak laki-laki. Namun sepertinya beban pekerjaan menjadi hal yang paling dominan dipikirkannya. Adegan menarik adalah pada saat sang ayah memberikan ayam betulan kepada Jiale. Seperti kebanyakan ayah (lagi), ayah biasanya akan lebih sering memberikan kebahagiaan materi kepada anaknya. Iya sih, tapi yang tak kalah penting juga perhatian dan kasih sayang. Sesekali bermain atau jalan-jalan, akan lebih mengakrabkan hubungan ayah-anak.

Film ini sedikit-banyak menggambarkan masa depan kehidupan saya dan istri saya. Banyak hal yang saya pelajari dari film ini. Yang pertama, sibuk bekerja bukanlah sebuah alasan untuk tidak memberikan perhatian dan kasih sayang kepada anak dan keluarga. Seorang anak memang membutuhkan materi, tapi mereka juga bukan robot, mereka butuh kehadiran seorang ayah dan ibu. Kehidupan terkadang keras, terlalu banyak yang dikejar. Namun apabila ada seorang teman tempat bercerita dan berkeluh kesah, hidup akan lebih baik. Apalagi kalau memiliki sebuah keluarga bahagia, bekerja akan lebih semangat. Terkadang kita lupa, hidup kita menjadi mudah karena ada ART, kita membutuhkan mereka, mereka juga membutuhkan kita. Untuk itu seharusnya hubungan ART dengan pemberi kerja seharusnya sebuah hubungan yang mirip persahabatan, namun tetap menjunjung asas saling menghormati dan menghargai.

Dalam film, biasanya digambarkan bagaimana kehidupan nyata seseorang. Fiksi, namun pasti tidak jauh-jauh dari aslinya. Ngga kebayang klo jadi warga negara Singapur, tinggal di apartemen yang individualis dan bekerja keras. Di Indonesia jg harus bekerja keras sih, tapi gak perlu ngoyo dan stres. Intinya lebih enak hidup di Indonesia deh. Hehe....

Film ini mendapatkan banyak penghargaan dan mendapatkan rating 7.3 di IMDB. Bagi saya yang penggemar film action, film ini menarik dan layak Anda tonton.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komen Anda mencerminkan diri Anda.