Halaman

Kamis, 02 Oktober 2014

Nagari Seribu Randang

Assalamu'alaikum.
Untuk kedua kalinya, gue diberi kesempatan untuk berkunjung ke Sumatra Barat, Homeland of Nasi Padang. halah..... Kali ini berkunjung dalam rangka -apalagi kalau bukan- menghadiri pernikahan rekan sejawat dari blok 'Korea Selatan', uni neni, yang memutuskan untuk mengakhiri masa jomblonya dan mematah-hatikan sejumlah pria di Set-PP. Ciyan....
Wanita yang beberapa kali dikabarkan dekat dengan beberapa pria ini menikah dengan pria misterius yang tidak kami ketahui asal usulnya. Siapa dia? Kerja dimana? Kenal dimana? Suku apa? Tinggal dimana? Berapa nomor HPnya? iPhone, Android, Windows, Symbian, ataukah Java? Apakah dia berasal dari bintang? Berapa nomor PIN kartu debitnya? Dimana dia menyimpan barang-barang berharganya? Tidak ada satu pun dari kami (pegawai PP) yang mengetahuinya. Dan saat ditanya kepada yang bersangkutan, hanya dijawab 'Ada deeehhh'. Hih.

Hari Ke-1
Di pagi hari yang cerah, kami berkumpul di kantor. Setelah ijin 'cabut', kami langsung meluncur ke Bandara Soetta, check-in, nunggu bentar, kemudian langsung terbang dari CGK ke PDG. Sampai di Bandara Internasional Minangkabau sekitar pukul 11.30, di bandara kami sudah ditunggu mobil yang akan kami sewa selama di Sumbar, lengkap dengan drivernya. Dengan terburu-buru kami langsung mencari warung nasi yang tidak jauh dari bandara. Ingat, di Sumbar nggak ada Warung Nasi Padang, yang ada hanya Warung Nasi.
Setelah cek di aplikasi Muslim Pro, ternyata dzuhur di Sumbar, khususnya di Pariaman selisih 30 menit dari Jakarta. Fiuh.... Kami pun bisa makan tanpa terburu-buru untuk Jumatan.
Selesai Jumatan, kami melanjutkan perjalanan, tempat yang pertama kami singgahi adalah Air Mancur Lembah Anai. Air 'mancur' ya, bukan air 'terjun'. Sejenak melepaskan lelah setelah satu jam duduk di mobil, dengan agak-agak jetlag. Udaranya sejuk, namun kurang terasa nuansa tempat wisatanya karena berada terlalu mepet dengan jalan raya. Biasanya kan klo air mancur dikelilingi oleh pepohonan.
Gerimis rintik-rintik mengakhiri kunjungan kami di Air Mancur Lembah Anai, kami melanjutkan perjalanan. Kemudian gerimis rintik-rintik itu berubah menjadi hujan yang sangat deras. Genangan air dimana-mana, jalanan berubah menjadi sungai, daun dan ranting hanyut kesana-kemari. Karena gue duduk paling depan, kerasa banget deresnya.


Di tengah hujan deras, kami kemudian mampir di Sate Padang Mak Syukur. Pas banget kan, hujan deres, dingin-dingin makan sesuatu yang anget. Gue gak tau sih sate padang yang enak itu yang seperti apa, sate padang mak syukur ya enak-enak aja sih, tapi istimewa atau enggak, cuma cherrybelle yang tau. Karena gue sendiri baru dua kali ini makan sate padang, dan sate mak syukur emang lebih enak dari yang pertama gue beli di mamang-mamang pemilik gerobak sate padang di Jalan Tegalan - Matraman.

Perjalanan dilanjutkan, sekitar Pukul 16.00 WIB kami sampai di Pandai Sikek, Kab. Tanah Datar. Kami berbelanja souvenir khas Sumatra Barat di sebuah toko. Hmmm.... Di sekitar toko tersebut ternyata bukan tempat wisata seperti yang gue bayangin. Tapi sebuah kampung biasa yang terdapat berbagai macam toko souvenir dan pakaian khas Minangkabau. Sepertinya setiap toko 'terhubung' dengan driver mobil yang disewakan, karena ke toko mana kami dibawa, driver lah yang menentukan. Ya kita bisa milih sih, tapi klo yang nggak ngeh ya ngikut aja ama drivernya.
Setelah beli sebuah kaos dan gantungan kunci, gue numpang sholat di Musholla Alhamdulillah yang ada di belakang toko. Siapa sangka, mushola tersebut ajib bener posisi dan pemandangannya. Ada hamparan padi yang hijau dengan sebuah gunung diujungnya, dan dihias sebuat rumah gadang ditengah-tengahnya. Bikin betah!



Dari Pandai Sikek, kami melanjutkan perjalanan ke Bukittinggi, kota lokasi pernikahannya, sekaligus tempat kami menginap. Kami rencananya menginap di pusat kota Bukittinggi, namun sebelumnya kami mampir di Ngarai Sianok. Setelah membayar tiket masuk, kami berjalan-jalan menikmati pemandangan. Waktu menunjukkan Pukul 17.00 WIB tapi matahari bersinar dengan terang dan cerahnya. Di tempat yang sama juga terdapat Lobang Jepang, tempat tentara Jepang menimbun persediaan amunisi dan logistiknya. Tapi sekarang sepertinya digunakan oleh para jomblo untuk menimbun kenangan mantan. Halah.
Ada seorang uda yang sepertinya seumuran dengan gue menawarkan untuk menjadi tour guide. Namun saat ditanya tarif, ternyata yang bersangkutan mematok harga yang sangat tinggi, gue kurang tau sih minta berapa, karena yang nego atasan dan gue asyik moto-moto. Wkwkwkwk..... Klo gak salah 120rb atau 200rb gitu. Itu untuk rombongan, kebetulan kami bersepuluh. Si uda 'mengintimidasi' kami dengan mengatakan bahwa klo gak pake guide, nanti kami tersesat, selain itu pintu keluar yang berada di bawah dikunci oleh satpam, dan hanya dengan lobi-lobi guide lah pintu tersebut bisa dibuka. Kami memutuskan untuk jalan sendiri, awalnya sih ngikutin rombongan depan yang pake guide, tapi karena guidenya menunjukkan gesture gak nyaman, akhirnya kami jalan sendiri dengan mengingat-ingat setiap gua yang kami lewati. Benar saja, gerbang yang seharusnya jadi tempat kami keluar, sudah dikunci. Mungkin karena sudah sore. Akhirnya kami keluar dari tempat kami masuk tadi, yang artinya, naik tangga ke atas lagi cyiiiinnnnn....
Kami kemudian menghabiskan sore dengan melihat sunset di Ngarai Sianok, melihat kota Bukittinggi berganti waktu dari siang menjadi malam. Ada sebuah tempat semacam menara pandang, tapi gak usah repot-repot naik, karena di bawah juga pemandangannya bagus. Enak untuk bersantai, duduk-duduk sambil bersenda gurau tentang tunggakan kerjaan. Hiks.... Senda gurau macam apa itu.
Kami lalu menuju hotel, hotel kami dekat dengan jam gadang, icon kota Bukittinggi yang terkenal seantero galaksi. Apalah arti sebuah perjalanan tanpa dokumentasi.... Kami pun foto-foto dengan latar belakang jam gadang. Oh iya. Di sekitar jam gadang juga terdapat anak-anak kecil berpakaian tokoh kartun yang akan bersikap sok akrab dengan Anda yang akan foto-foto. Mereka akan 'nimbrung' saat Anda berfoto, lalu kemudiaaannnnnn...... minta bayaran. Foto bareng mereka dipatok harga 5 ribu sampai 15 ribu. Tergantung tingkat kemarukan si anak dan tingkat kedermawanan Anda. Setelah sampai di hotel -yang hanya perlu jalan kaki 5 menit-, kami mandi, sholat, dan beristirahat sejenak. Malam ini rencananya kami hanya akan makan ayam pop di sebuah restoran yang well-known, kemudian bersantai di sekitar jam gadang.







Para penjual di Jam Gadang

Tempat nongkrong anak gahul Bukittinggi.


Hari Ke-2
Sarapan pagi di hotel, dibelai angin dingin pegunungan yang bikin pengen tidur lagi. Hari ini adalah tujuan utama kami datang ke Sumbar, kondangan. Rencananya kami hanya mengikuti prosesi akad nikah. Untuk kemudian melanjutkan jalan-jalan keliling Sumbar.
Akad nikah dilaksanakan di sebuah masjid di kota Bukittinggi. Kami menjadi saksi dari event yang akan me-rollercoaster-kan hidup uni neni. Selamat ya uni, akhirnya terbebas dari berondongan pertanyaan 'kapan nikah?', namun bersiap-siaplah dengan serangan 'udah isi?' Wkwkwkwkwk....

Selesai dari akad nikah, kami mampir sejenak di rumah uni yang sekaligus menjadi tempat digelarnya resepsi. Kami disuguhi jajanan yang sepertinya khas Sumbar, semacam pisang yang diiris kemudian dibakar, dimakan dengan dicampur keju parut dan susu, dan sejumlah makanan yang bikin berliur-liur. *lap iler*
Barokallohu laka wabaroka 'alaika wa jama'a bainakuma fi khair

Kami melanjutkan perjalanan menuju Gulai Itiak Lado Mudo Ngarai untuk makan siang, meninggalkan uni neni dan abang romi yang harus senyum dan bersalaman selama sehari. Gulai itiaknyaaaaa..... Enak gila! Coba klo buka cabang di Jakarta, pasti jadi tempat makan yang paling sering gue kunjungi setelah Bebek Kaleyo. Bebeknya pemirsa, empuk. Trus bumbunya pemirsa, pedes-pedes enak, kaya bumbu rendang gitu. Jadi pemirsa, klo Anda berkunjung ke Bukittinggi, sebaiknya Anda menyempatkan diri untuk makan di Gulai Itiak Lado Mudo Ngarai!
Setelah kenyang, kami melanjutkan perjalanan ke Lembah Harau, sekitar 2 jam dari Gulai Itiak. Emmm.... In my humble opinion, Lembah Harau ini biasa aja ya, unik, tapi 2 jam perjalanan, dan jauh-jauh dari Jakarta, kurang worth-it aja gitu. Tapi, pemandangan di perjalanan menuju Lembah Harau indah lho, gue malah lebih menikmati perjalanannya dibandingkan Lembah Haraunya.
Dari Lembah Harau kami langsung menuju Kelok 9. Saat ini, Kelok 9 malah fokus menjadi tempat wisata, ya sekedar lewat aja sih. Karena pemerintah sudah membangun Jembatan Kelok 9. Konon Kelok 9 yang berliku dan terjal, sering bikin celaka mobil-mobil, selain itu juga rawan longsor dan macet, sehingga mengganggu pasokan logistik dari Sumbar ke Riau dan sebaliknya. Pemandangan di Kelok 9 ini ajib banget. Selain konstruksi alamnya, konstruksi Jembatan Kelok 9 juga menjadi pemandangan yang indah. Cieeee indah....
Pukul 17.00 WIB kami sudah kembali ke Bukittinggi. Setelah mengobati rasa lapar dengan makan ayam pop (lagi), kami jalan-jalan menghabiskan sore di Benteng Van de Kock. Benteng yang berisi beberapa kandang burung dan sebuah tempat penampungan air, benteng ini tentu saja dilindungi sejumlah meriam. Selain itu terdapat jembatan yang mengubungan benteng dengan kebun binatang. Dari jembatan ini juga kita bisa melihat pemandangan kota Bukittinggi dengan background sebuah gunung. Di kebun binatangnya, memiliki koleksi binatang yang umum. Hehe.... Tapi tempat ini cocok untuk berwisata bersama keluarga, karena tempatnya lumayan nyaman dan dekat dengan tempat tinggal. Tempat tinggal orang-orang Bukittinggi maksudnya. Bukan yang di Matraman, Jakarta. Hih.









Hari Ke-3
Hari ini tujuan utamanya adalah ke sebuah rumah makan di Padang. Pak bos penasaran dengan gulai ikannya. Sebelumnya kami mampir di toko oleh-oleh, tapi bukan toko oleh-oleh yang sudah terkenal itu. Rupanya, atas dasar bisnis dan sentimen ras, banyak berdiri toko oleh-oleh baru yang menjual hal yang sama dengan harga dan pelayanan dan sama pula. Ya gimana ya. Gue sih setuju. Heheh.... Kami belanja di toko Ummi siapa gitu.
Kami sempat mampir di Pusat Dokumentasi dan Informasi Kebudayaan Minangkabau - Padang Panjang. Isinya semacam museum. Di lantai bawah banyak terdapat perkakas Minangkabau, mulai dari alat bertani sampai perlengkapan pernikahan. Yang istimewa, di lantai 2-nya banyak terdapat foto-foto jaman dulu. Wah seru abis. Rasanya seperti kembali ke masa lalu. Koleksinya juga banyak. Namun sayang kami gak bisa berlama-lama di sini.



Dan setelah perjalanan panjang nan melelahkan, ternyata rasa gulai ikannya biasa aja, gak istimewa. Jauh-jauh dari Bukittinggi ke Padang. Hhhhh....
Pukul 15.00 WIB kami sudah di bandara, padahal pesawatnya jam 17.00 WIB. Yasudahlah. Ini juga udah cukup, wlw masih ada yang kurang karena kami gak jadi ke Danau Maninjau.
Adios Sumatra Barat!
Wassalamualaikum.

1 komentar:

  1. Bring back our girl ... !!! :semangat
    Bring back our girl ... !!! :semangat
    Bring back our girl ... !!! :semangat
    Bring back our girl ... !!! :semangat
    Bring back our girl ... !!! :semangat

    BalasHapus

Komen Anda mencerminkan diri Anda.